Tuesday 20 May 2014

0 Serial Penjelasan Rukun Islam #1: (3) Mengenal Tauhid Uluhiyyah

, ,
Orang yang mengakui tauhid rububiyyah belum berarti bisa dikatakan sebagai orang yang bertauhid, hingga dia mengakui tauhid uluhiyyah (untuk melengkapi pemahaman, lihat: Serial Penjelasan Rukun Islam #1: Mengenal Allah dan RububiyyahNya). Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami bagaimana sebenarnya tuhid uluhiyyah tersebut.

Pengertian Tauhid Uluhiyyah
uluhiyyah adalah ibadah. Maka tauhid uluhiyyah bisa diartikan sebagai tauhid ibadah karena ubudiyyah adalah sifat hamba (‘abd) yang wajib menyembah Rabbnya dengan ikhlas karena tergantung kepadaNya. Sebagaimana dalam kitab tauhid Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan al Fauzan.

Beliau juga menyatakan bahwa tauhid uluhiyyah adalah mengesaakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari’atkan seperti do’a, kurban, nadzar, raja’ (pengharapan), takut, tawakal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali/taubat).


Penjelasan Tauhid Uluhiyyah

Keharusan Tauhid Uluhiyyah
Rububiyyah Allah subhanahu wa ta’ala yang tetap, tanpa ada perdebatan, menuntut uluhiyyahNya. Sesungguhnya Rabb yang menghidupkan dan mematikan, memberi dan mencegah pemberian, memberi manfaat dan madharat adalah yang berhak diibadahi para makhlukNya dan lebih pantas untuk ditaati, dicintai, diagungkan,disucikan, dan ditakuti.

“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kalian tidak mengambil peringatan?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kalian tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?’.” (Al-Mu`minun: 84-89)

Setiap sesuatu dari makhluk yang ada diatur oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Artinya bahwa Dialah yang menciptakan, memberi rizki, mengatur segala sesuatu, memperlancar segala kondisi dan urusan mereka, maka bagaimana mungkin menjadikan Ilah kepada makhluk yang senantiasa membutuhkanNya? Menjadi tegaslah bahwa Yang Mengatur segala urusan itulah Rabb yang berhak disembah.

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan ia menurunkan air hujan dari langit lalu dengan hujan itu Dia menjadikan segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Allah mensifati diriNya dengan sifat yang sempurna yang tidak dimiliki oleh suatu ciptaanpun. Dia adalah Dzat Yang Mahakuat, Mahakuasa, Mahatinggi, Mahaagung, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Pengasih, Mahalembut. Hal itu mengharuskan para hambaNya untuk menundukkan hati-hati kepadaNya dengan mencintai dan mengagungkanNya serta menundukkan anggota badan mereka kepadaNya dengan mentaati dan tunduk kepadaNya. Maka, tidak berhak suatu ibadah itu ditujukan kepada makhluk yang tidak memiliki kesempurnaan sifat seperti sifat-sifat yang dimilikiNya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan padaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (QS. Al-An’am: 162-163)

Tauhid Uluhiyyah adalah Inti Dakwah Rasul
Allah memerintahkan (rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam) untuk memberitahukan kepada golongan musyrikin yang menyembah selain Alah dan menyembelih atas selain Allah, bahwa beliau berbeda dengan mereka, dan bahwa beliau menghadap dengan segenap amal perbuatannya kepada Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu, dan berkurbanlah.” (QS. Al-kautsar: 2)

Maksudnya, ikhlaskan semua shalatmu dan sembelihanmu hanya untuk Allah karena kaum musyrikin menyembah berhala dan menjadikan sembelihan untuk mereka. Maka Allah memerintahkan rasulullah untuk untuk menyelisihi mereka dan mengajukan ibadah hanya untuk Allah semata.

Tantangan Allah Terhadap Orang-orang Musyrik
Allah menunjukkan kesia-sian berdoa kepada selainNya karena para tandingan tersebut tidak bisa memberi manfaat atau madharat bahkan pada dirinya sendiri, sebagaimana firmanNya,

“Jika kamu menyeru mereka, niscaya mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalaupun mendengar, niscaya mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Dzat Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fathir: 14)

Allah subhanahu wa ta’ala juga mencela golongan musyrikin yang beribadah kepada selainNya dan menerangkan kelemahan-kelemahan tuhan mereka, sebagaimana firmanNya,

“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhalamu itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengannya ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengannya ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar? Katakanlah, ‘Panggilah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya (untuk mencelakakan)ku, tanpa memberi tangguh (kepadaku)’.” (QS. Al-A’raf: 194-195)

Mereka adalah ciptaan Allah yang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang dimintakan kepadanya.

“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia (untuk disembah), yang tidak menciptakan suatu apapun, bahkan mereka sendiripun diciptakan dan tidak kuasa (menolak) suatu kemadharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan dan tidak kuasa mematikan, menghidupkan, dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqan: 3)

Bila para tandingan ini tidak mampu mengambil sesuatupun untuk dirinya sendiri, maka bagaimana ia akan memberi kepada yang menyembahnya? Telah jelas kelemahan dan ketidakmampuannya, bagaimana mungkin suatu ibadah ditujukan kepadanya?

“Katakanlah, ‘Panggilah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya’. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan adzabNya. Sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-‘Isra’: 56-57)

Yang mengherankan, bahwa sebagian dari sesembahan ini telah tunduk dan berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, akan tetapi golongan musyrikin masih saja menyembah mereka selain Allah.

Dalam shahihain diriwayatkan, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallohu ‘anhu, beliau berkata,

“Ada sekelompok jin yang masuk Islam, mereka sebelumnya disembah, maka golongan yang sebelumnya menyembaha mereka tetap saja masih menyembah mereka, padahal golongan jin ini telah masuk Islam.”

Dalam riwayat Muslim lainnya,

“Ada sekelompok manusia yang menyembah jin. Kemudian golongan jin itu masuk Islam, sementara kelompok manusia yang menyembahnya tetap menyembahnya, maka turunlah ayat, ‘Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka’.”


Sumber Penyimpangan-penyimpangan Tauhid Uluhiyyah

Berlebih-lebihan dalam menyanjung orang sholih pada zaman dahulu adalah sumber dari munculnya kesyirikan pada manusia. Berhala-berhala yang disembah kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam di (jazirah) Arab pada mulanya adalah patung-patung orang-orang shalih, kemudian setan berserta para walinya menghiasi agar ibadah kepada berhala tersebut kelihatan indah. Allah berfirman,

“Dan mereka berkata, ‘ Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr’.” (QS.Nuh: 23)

Al-Bukhari dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu, beliau berkata,

“Berhala-berhala yang ada dikaum Nuh itu menjadi berhala-berhala bagi orang-orang Arab dikemudian hari. Adapun Wadd milik suku Kalb di Daumatul Jandal. Suwa’ milik kaum Hudzail. Yaghuts milik kaum Murad kemudian milik Bani Guthaif di Juruf dekat Saba’, sementara Ya’uq milik Hamdan, dan Nasr milik kaum Himyar, suku Dzil Kala’. Itu semua adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nuh. Setelah meninggal, setan-setan mulai membisikkan kepada kaum mereka agar mendirikan patung peringatan di majlis mereka di mana mereka biasa duduk, dan memberi nama patung-patung itu sesuai nama-nama mereka. Merekapun melakukannya dan pada saat itu belum disembah, hingga saat mereka semua meninggal, dan pengetahuan (tentang-asal muasal patung it) telah hilang, maka kemudian patung-patung itu disembah.”

Karena itu Rasulullah melarang sikap berlebih-lebihan, beliau bersabda,

“Janganlah kamu berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana sikap orang-orang Nasrani yang berlebihan terhadap putra Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah (atas diriku), ‘Hamba Allah dan utusanNya’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hindarilah sikap berlebih-lebihan. Sesungguhnya berlebih-lebihan dalam beragama telah menghancurkan umat-umat yang ada sebelum kalian.” (HR. An-Nasa’i, ibnu Majah, dan Ahmad dalam Musnadnya)

Al-Bukhari juga telah meriwayatkan dalam shahihnya, bahwasanya saat Rasulullah mendengar seorang budak wanita yang menisbatkan ilmu ghaib pada beliau, maka beliau melarangnya karena itu mengandung sikap berlebih-lebihan.


Bentuk Penyimpangan Terhadap Tauhid Uluhiyyah

Penyimpangan dalam tauhid jenis ini yaitu dengan memalingkan ibadah kepada selain Allah azza wa Jalla seperti:
  • berdoa kepada kuburan atau ahli kubur,
  • meminta pertolongan kepada jin atau dukun atau tukang sihir,
  • meminta barokah kepada orang tertentu atau wali atau orang sholih baik yang mati maupun hidup,
  • menyandarkan nasibnya (bertawakkal) kepada benda tertentu seperti batu, jimat, cincin, keris, dan semacamnya. (Karena do’a dan tawakkal termasuk ibadah, maka harus ditujukan hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata)

(lihat: Kesyirikan Di Indonesia, Kesalahan di Bulan Muharrom)


Musuh Tauhid

Akan anda temui kata ‘perang’ disini. Sungguh sangat tidak bijaksana bila memaknai kata ‘perang’ ini langsung dengan makna fisik, pertempuran, dsb.Berikut beberapa golongan manusia dalam menyikapi tauhid. Beberapa golongan ini menyimpang dari jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan RasulNya. Oleh karena itu mereka dihukumi kafir. (Lihat: Syarah Kasyfu Syubhat, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penerbit: Media Hidayah)

Golongan Pertama
Apabila ada orang yang:
  1. Mengetahui bahwa tauhid adalah agama Allah subhanahu wa ta’ala dan RasulNya yang perlu kita dakwahkan kepada manusia
  2. Dia juga tahu bahwa menyembah batu, pohon, dan manusia yang banyak dilakukan orang-orang adalah syirik
  3. Dia juga tahu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk melarang dan memerangi pelakunya agar semua ibadah hanya ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Namun dia:
  1. Tidak mau bertauhid
  2. Tidak mau mempelajarinya dan
  3. Enggan meninggalkan kesyirikan
Maka yang seperti tersebut diatas adalah musuh tauhid.

Atau apabila ada orang yang:
  1. Mengetahui agama para Rasul tetapi tidak mau mengikutinya
  2. Mengetahui syirik tetapi enggan meninggalkannya
Maka yang seperti itu juga kita perangi, meskipun tidak membenci agama rasul dan orang yang memeluknya, tidak memuji kesyirikan atau mengajak kepadanya.

Golongan Kedua
Orang yang:
  1. Mempunyai paham seperti yang tersebut di atas

Namun dia:
  1. Mencela agama Rasul meskipun pernah mengamalkannya
  2. Memuji orang yang syirik dan menganggap mereka lebih baik dari orang yang bertauhid
Maka orang yang seperti ini lebih jelek dari yang pertama. Ini juga musuh tauhid.

“Maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allahpun mengenai kepada orang-orang yang ingkar itu” (QS. Al-baqarah: 89)

“Jika mereka merusak sumpah(janji)nya sesudah mereka berjanji dan mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya meraka itu adalah orang yang tidak bisa dipegang janjinya, supaya mereka berhenti (dari berbuat demikian).” (QS. At-Taubah: 12)

Golongan Ketiga
Orang yang:
  1. Memahami tauhid
  2. Mengetahui perbuatan syirik dan meniggalkannya

Tetapi dia:
  1. Membenci orang yang masuk dalam naungan tauhid dan
  2. Menyukai orang yang tetap dalam kesyirikan
Maka orang semacam ini juga terhitung sebagai musuh tauhid

“Yang demikian itua adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an). Lalu Allah menghapuskan (pahala) amalan-amalan mereka.” (QS. Muhammad: 9)

Golongan Keempat
Orang yang:
  1. Tidak termasuk ketiga golongan diatas

Namun:
  1. Pendudukan negerinya mengikuti kesyirikan dan menampakkan permusuhan kepada orang yang bertauhid dan
  2. Orang ini merasa berat meninggalkan negeri itu dengan harta dan jiwanya
Maka ini juga kita perangi. Orang semacam ini, sekiranya penduduk negerinya memerintahkan untuk meniggalkan puasa Ramadhan, mereka meninggalkannya. Dia ikut berjuang bersama penduduk lainnya dengan harta dan jiwanya, padahal penduduk itu bermaksud memutus agama Allah dan RasulNya.

“Kelak engkau akan mendapati (golongan-golongan) lain yang (ingin aman) dari engkau dan ingin aman pula dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik) mereka terjun kedalamnya. Oleh karena itu, jika mereka tidak membiarkan engkau dan (tidak) mau mengadakan perdamian denganmu, serta (tidak) menahan tanga mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah dimana saja engkau menemukan mereka. Mereka adalah orang yang kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk melawan dan memerangi) mereka.” (QS. An-Nisa’ : 91)

Akhir Kata
Sungguh tidak ada alasan lagi bagi kita setelah mengetahuinya untuk tidak memeluk agama, satu-satunya agama, yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan tidak menyekutukanNya. Selamat membaca posting selanjutnya!

Serial Penjelasan Rukun Islam #1: (4) Makna, Rukun, Syarat, dan Konsekuensi Syahadatain


-Pokok-pokok Ajaran Islam yang Wajib Diketahui Setiap Muslim, Dr. Abdullah Al-Mushlih dan Dr. Shalah Ash-Shawi
-Kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerbit: Darul Haq
-Minhajul Muslim, Edisi Terjemahan, Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Penerbit: Insan Kamil
-Syarah Kasyfu Syubhat, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
-Ulasan Tuntas tentang 3 Prinsip Pokok, syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penerbit: Darul Haq
-e-book kumpulan artikel Darussalaf.or.id, Tauhid rububiyyah, Bukan Sekedar Pengakuan

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan penuh pertanggung jawaban